Friday, January 9, 2009

Mitos Menjadi Sebuah Gaya Hidup

Ujaran Kuntowijoyo Selamat Tinggal Mitos Selamat Datang Realitas yang diteriakannya sebelum menyambut ajakan malaikat maut yang siap menjemput seolah merefleksikan bahwa masyarakat Indonesia kini telah terjebak di dunia mitos.

Kemudian, tengah kembali bangkit memahami realitas hidup dan kehidupan yang demikian pekik makin mencekik. Perlawanan dunia mitos menjadi sangat bengis mengiris seluruh urat saraf otak dan raga yang menjadi kulit membalut jiwa yang abstrak. Mitologi yang menjadi bayang-bayang yang menyelimuti masyarakat dulu sampai sekarang belum juga reda. Mulai dari hal-hal mistis yang perlahan menjadi sebuah kepercayaan. Kunjungan-kunjungan muslim datang ke tempat para wali songo yang sekarang masih dilakukan di beberapa daerah tertentu menjadi sebuah keniscayaan tatkala orang ada maunya. Perlakuan istimewa terhadap hal-hal mistis seperti datang ke tempat-tempat keramat, menyembah raja karena dianggap sebagai titisan dewa atau turunan para nabi bukan lagi hal-hal yang mengagetkan.

Pun kepercayaan terhadap hal-hal mistis ini bukan hanya melanda masyarakat tempo dulu, tapi telah membentuk mitos baru pada masyakarat kontemporer di segala aspek baik itu ekonomi, politik, pendidikan, dan agama. Dulu pas jamannya orde baru, pernyataan-pernyataan Soeharto adalah bapak pembangunan, juga malaikat penolong bagi para perempuan karena mengeluarkan kebijakan bahwa PNS tidak boleh beristri dua atau kalau tidak dikeluarkan dari jabatannya, dan ratu adil, entah apa saat ini, hal itu masih berlaku atau tidak, tapi yang pasti hal ini merupakan bentuk mitos baru yang canggih menyertai zamannya. Kemudian di sektor ekonomi yang sekarang banyak digunjingkan adalah masalah kenaikan BBM. Kenaikan ini dikatakan dipengaruhi oleh melemahnya kurs rupiah terhadap dolar maupun pengurangan cadangan devisa, padahal yang saya baca di PR tertanggal 7 September 2005 bahwa menurut pakar ekonomi asal UGM Yogyakarta, Revrisond Baswir, peningkatan harga BBM tidak terkait langsung dengan kemerosotan nilai tukar rupiah. Entah apa ini juga hanya mitos atau tidak, tapi yang saya yakini adalah, mitos saat ini tidak sesederhana dulu yang banyak dikaitkan dengan dunia spiritualitas dalam konteks keagamaan dan kekuasaan belaka (misal: taat raja karena turunan para nabi) tapi untuk melawan mitos diperlukan perasan keringat pemikiran yang luar biasa. Karena untuk melawan dunia mitos diperlukan pemikiran yang kritis, hal inilah yang menurut saya perlu dikedepankan di setiap kajian di kampus, atau di setiap komunitas dan organisasi intra dan ekstra.

Setelah mitos datang dan ikut berkecimpung selama puluhan tahun sejak Indonesia mandiri dan merdeka, maka selamat datang pula realitas yang tengah melahirkan dan meyakinkan para pemikir muda kontemporer bahwa mitos itu ada dan akan selalu ada dalam bentuk yang dinamis, hanya saja kedinamisan bentuk ini menimbulkan mitos dalam berbagai gaya, ada gaya menyelundup atau gaya terang-terangan dan akhirnya tak terelakan, bermitos pun menjadi gaya hidup kaum kontemporer, munculnya motto-motto di media surat kabar dan elektronik, slogan-slogan di berbagai produk kosmetik atau kemunculan seorang pahlawan yang mampu berjuang seorang diri melawan sebuah sistem merupakan contoh-contoh yang begitu menarik untuk dikaji.

Media elektronik atau non elektronik (surat kabar, majalah, dsb) adalah menjadi alat sempurna untuk bisa memanipulasi massa. Karena mitos hanyalah mitos, dan akan berarti jika makin banyak massa yang termanipulasi, sebaliknya mitos tinggalah mitos, tak akan berarti apa-apa jika kita menciptakan seorang diri dan hanya kita sendiri yang tahu tanpa memberitahu dan mempengaruhi yang lain. Maka peranan media dalam dunia mitos adalah sebuah keniscayaan. Tak heran banyak orang berupaya menguasai media, tengok saja siapa-siapa saja yang menguasai media saat ini, dari mulai channel-channel radio, TV, Surat kabar, majalah dan semua media publikasi lainnya. Jika ia menguasai media maka ia punya peranan menguasai massa, tinggal massa nya saja yang memilih, mau mendekati atau menjauhi atau mau menjadikan media sebagai objek kajian yang menarik layaknya seorang scientist yang mengamati kecepatan cahaya yang kemudian ditariklah sebuah rumus dan alat baru untuk bisa menaklukannya.

Bersamaan dengan realitas yang banyak menampilkan itu semua, maka muncul antitesis kelompok atau komunitas baru dengan berbagai kajian sebagai buah pemikiran perlawanan terhadap realitas yang tidak sesuai dengan idealisme-nya, A seharusnya menampilkan A, bukan AB atau C. Saat ini saya berasumsi pula mulai lahir kesadaran dari mahasiswa untuk melakukan kajian, dilihat dari banyak organisasi yang beranggotakan mahasiswa bertebaran di daerah bandung, juga penyadaran dari para pengajar (lecturer) untuk mengajarkan para mahasiswa untuk belajar kritis (Critical Thinking). Saya pikir cara ini pun merupakan langkah kemajuan individu memandang realitas yang nantinya dapat mengubah tatanan sosial yang lebih baik dalam konteks pemikiran dan langkah teknis di lapangan dalam menciptakan masyarakat madani (civil society)

Melawan mitos berfikir kritis

Gebrakan baru perlawanan terhadap dunia mitos melahirkan cara ampuh untuk mendobraknya yaitu dengan berfikir secara kritis. Dan untuk berfikir kritis (critical thinking) maka kita perlu menjadi seorang pembaca yang kritis pula (critical readers). Untuk menjadi critical readers Sejauh yang saya tahu dari seorang dosen Membaca (Extensive Reading) saya di kampus (UPI), Emi Emilia, PhD, ada beberapa hal yang musti dicermati yang pertama mulai membaca situasi dengan memunculkan beberapa pertanyaan (carefully exploring situation with questions). Pertanyaan-pertanyaan itu bisa dimulai dari wh- Questions, who, when, where, why, how, kedua, berfikir mandiri (Thinking independently), ketiga berfikir aktif (thinking actively), keempat, memahami situasi dari beberapa presfektif (viewing situation from different perspectives), kelima menampilkan beberapa presfektif yang berbeda dengan alasan-alasan dan bukti (supporting diverse perspectives with reasons and evidence), keenam, mendiskusikan ide-ide tersebut dengan orang lain dengan cara yang terorganisir (discussing ideas in an organized way).

Saya berkeyakinan bahwa sebuah rasa kepenasaran seseorang terhadap suatu hal, suatu peristiwa, atau suatu ilmu baru adalah langkah awal merintis bagaimana kita bisa belajar berfikir kritis dan sistematis. Tengoklah bagaimana keteguhan seorang bayi yang belajar segera berlari, dia merangkak dan terjatuh, kemudian terjatuh lagi dan dia terus mencoba, dia tahu rasanya sakit karena itu dia menangis tapi rasa sakit tidak lebih baik jika dia terus mencoba, dan mencoba. Hal itu dilakukan karena rasa penasaran dan tekad bulat untuk bisa berlari atau balita yang mengamati sebuah nyala korek api, rasa penasaran yang timbul adalah keinginannya untuk memegang api tersebut. Sebelum ibunya mencegah dia akan terus berusaha memegangnya, setelah dapat memegangnya dan merasakan panasnya api barulah dia berhenti karena rasa penasarannya sudah terpuaskan.

Rasa penasaran terhadap suatu masalah akan membimbingnya terus mencari informasi, informasi yang bisa dilakukan bisa melalui text atau informasi tertulis atau bisa dengan melakukan wawancara dan mencari teori yang relevan. Untuk informasi tertulis (text), masih menurut dosen saya, Emi Emilia, ada beberapa hal yang musti diperhatikan agar tidak terjebak pula oleh mitos text dalam media yang pertama yaitu mengetahui siapa penulisnya (who is the writer), kedua, kepada siapa text itu ditujukan (To whom), ketiga, apa latar belakang teks ini tercipta (why was the text created), keempat, mencari tahu apa ada cara lain untuk bisa menyampaikan informasi itu (is there any other way of writing the text), kelima, mencoba menganalisis apa yang hilang dalam teks itu (what is missing in the text), keenam, apakah akan ada banyak golongan yang merespon teks itu pada waktu yang sama (will other groups of readers respon in the same time) dan ketujuh, apa yang akan teks itu harapkan jika saya membacanya (what the text trying to do to me).

Ke tujuh langkah di atas menurut saya efektif untuk bisa diadopsi bagaimana kita mencari informasi dan tidak dengan mudah pula terpengaruhi, apalagi saat ini dunia mitos menjadi sebuah kebenaran relatif yang sangat dengan mudah men-setting bagaimana kita musti bersikap dan berperilaku. Selamat datang di dunia mitos, waspadalah!